Proyek Batu Bara Masih Dibiayai 4 Bank Besar RI

oleh
Proyek Batu Bara Masih Dibiayai Oleh 4 Bank RI

Jakarta, Borneo24.com Empat bank besar, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) atau BNI, Bank PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI, dan PT Bank Central Asia Tbk atau BCA tercatat masih menyalurkan pembiayaan untuk proyek batu bara. Perusahaan yang bergerak di sektor batu bara itu terdaftar dalam Global Coal Exit List 2020, database berisi nama perusahaan di dunia yang masih beroperasi terkait dengan energi fosil tersebut. Padahal, mereka sudah menyatakan komitmen terhadap Perjanjian Paris untuk mencapai net zero emission.

Informasi itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia Cerah Adhityani Putri. Ia merinci untuk Bank Mandiri pendanaan yang diberikan mencapai Rp36 triliun, BNI Rp27 triliun, BRI Rp26 triliun, BCA Rp12 triliun. Proyek yang didanai Bank Mandiri, BNI dan BRI itu salah satunya adalah PLTU Jawa 9 dan 10. Menurutnya, berdasarkan pemodelan dampak kesehatan, ada dugaan 4.700 kematian dini karena berlangsungnya proyek tersebut.

Selain itu, ketiga bank tersebut juga terlibat dalam kredit sindikasi sebesar US$400 juta untuk Adaro, perusahaan pertambangan batu bara kedua terbesar di Indonesia yang memiliki cadangan batu bara sebesar 1,1 miliar ton dan berencana menggali seluruh cadangan batu bara tersebut untuk 20 tahun ke depan. “Empat bank ini yang kita harapkan segera walk the talk ya, yang mengaku bahwa kita ingin mendukung pelaksanaan perjanjian Paris, ya berarti harus memiliki komitmen untuk keluar dari bisnis batu bara,” kata Adhityani pada Diskusi Media bertema Risiko Pembiayaan Batu Bara Pada Industri. Perbankan Nasional” Kamis (20/1).

Indonesian Team Leader dari 350.org, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) internasional yang menaruh perhatian pada isu lingkungan, Sisilia Nurmala Dewi menyayangkan kebijakan empat bank itu. Apalagi, hal itu dilakukan di tengah porsi pendanaan untuk energi terbarukan dari bank tersebut yang kurang 2 persen dari dana corporate dan commercial banking mereka. “Kalau kita lihat persentase biaya energi terbarukan dari masing-masing bank, terutama bank BUMN, yakni BNI, Mandiri dan BRI, kita coba garis bawahi. Itu persentasenya bahkan kurang dari 1 persen untuk Mandiri (0,7 persen), untuk BNI 1 persen saja kalau dibandingkan dengan total keseluruhan corporate and commercial banking, ” katanya.

Sisilia mengatakan sekarang ini bank banyak beralasan tidak menyalurkan lebih banyak dana kepada inisiatif energi terbarukan karena ada pandangan energi terbarukan merupakan investasi berisiko tinggi dibandingkan batu bara. “Ini sebetulnya saya dengar dari praktisi energi terbarukan ya, mereka mengakui sulit mendapat pinjaman. Alasan utamanya karena keuntungannya lama. Jadi seringkali masih labelnya dari bank itu dipandang sebagai high risk. Itu salah satu yang sangat disayangkan,” kata Sisilia.

Andri Prasetiyo, Peneliti dari Trend Asia menyatakan bahwa berbeda dengan bank-bank di Indonesia, sekarang terdapat tren lembaga-lembaga finansial global sedang keluar dari bisnis batu bara. “Trennya juga berkembang di wilayah Asia Tenggara, bukan hanya negara-negara maju yang keluar dari bisnis batu bara tapi juga negara berkembang, khususnya seperti Maybank dan CIMB yang juga memutuskan untuk berhenti mendanai batu bara,” kata Andri. Katanya, studi dari IEEFA akhir 2021 menyebut bahwa lebih dari 100 lembaga finansial memutuskan untuk keluar dari pendanaan sektor energi batu bara.(***)

No More Posts Available.

No more pages to load.