KAPUAS – Suwotjo warga Jalan Mahakam, Kuala Kapuas, Kabupaten Kapuas, memohon Bupati Kapuas nemberikan keadilan atas tidak lolosnya Mardiyanti, anaknya.
“Saya minta kepada Bapak Bupati Kapuas, Ben Brahim membantu memberikan keadilan bagi anak kami,” pintanya.
Suwotjo yang tidak terima karena anaknya yang mendapatkan total nilai akhir tertinggi (peringkat pertama) justru dinyatakan tidak lulus, kini juga mengaku telah melaporkan dugaan kasus manipulasi data itu ke Polres Kapuas.
“Saya sudah melaporkan permasalahan yang diduga ada manipulasi data ini secara resmi ke Polres Kapuas. Laporan secara resmi saya sampaikan dan diterima pada tanggal 16 Januari 2019 lalu,” ujar Suwotjo,Kamis (21/2/2019).
Ditempat terpisah, Kepala BKPSDM Sindai melalui Nanang Taufik, Kabid Pengadaan Pemberhentian, Penghargaan dan Informasi, menjelaskan sejak dikeluarkannya Peraturan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) no 36 Tahun 2018 ada pasal yang menyebutkan bahwa nilai SKP ada penambahan nilai 10 bagi putra daerah, dimana putra daerah adalah penduduk dari kecamatan yang sama dengan formasi yang dilamar sepanjang formasi yang dilamar di desa terpencil.
“Kami tidak terlibat, hanya menfasilitasi saja. Kalau tes secara online langsung ke Kementerian dan untuk hasil tes pun pihak kami tidak diperbolehkan untuk mengetahuinya”, kata Nanang saat di konfirmasi diruang kerjanya, Kamis(21/2/2019).
Dia menjelaskan, jangankan melihat hasil tes, pihaknya sempat kebingunan terkait data karena ketidak sinkronan data Kementerian Kesehatan yang digunakan SDM pusat, sudah tidak sesuai dengan perkembangan Kabupaten saat ini.
“Makanya kami sempat konfirmasi dengan BKN, tetapi pihaknya berpatokan dengan data yang ada dari Kementerian Kesehatan RI” ungkapnya.
Dia mengakui, BKPSDM Kapuas hanya mengikuti regulasi yang ada kalau pun mengikuti aturan Kemenpan no. 36 Tahun 2018, juklak juknisnya belum ada. Namun ada penjelasan berdasarkan desa terpencil, berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebuadaayaan, Kemenag dan Kemenkes,untuk fasilitas pelayanan kesehatan. Sehingga mengacu pada aturannya yang ada.
“Tetapi saat jalannya tes yang dilaksanakan, terbitlah surat dari BKN perihal penyampaian dokumen pendukung sertifikasi pendidikan maupun kesehatan,” terangnya.
Sebenarnya Bupati Kapuas punya hak untuk memprotes permasalahan ini ke BKN karena data yang digunakan tidak sesuai dengan kondisi Kabupaten Kapuas saat ini. Apa lagi data yang digunakan bukan tahun 2013 lagi.
“Nomor Induk Pegawai yang sudah dikeluarkan bisa saja dibatalkan, kalau Bapak Bupati langsung ke BKN untuk klarifikasi karena ada Permenkes no.75 Tahun 2014 tentang karakteristik pelayanan kesehatan dan SK Bupati,” tandasnya. (RP/01)