Bali, Borneo24.com – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, dalam kunjungan kerjanya ke Denpasar, Bali, mengatakan, perempuan memiliki potensi yang luar biasa untuk turut berkontribusi dalam kemajuan pembangunan era Society 5.0.
“Kiprah perempuan dalam bidang Science Technology Engineering Math (STEM) adalah hal yang tidak bisa dianggap ringan hanya karena stereotip kultur maskulinitas di bidang STEM. Perempuan perlu mendapatkan akses yang sama dalam STEM, karena pada dasarnya perempuan dan laki-laki memiliki potensi yang sama,” ujar Menteri PPPA dalam sambutan pidato kuncinya pada kegiatan Seminar Nasional Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana: Characters Reinforcement in the Society Era 5.0.
Meskipun memiliki potensi tak terbatas, Menteri PPPA mengungkapkan, perempuan di berbagai belahan dunia kerap menghadapi ketimpangan, khususnya di era Society 5.0 dimana informasi, teknologi, dan sains terintegrasi serta melandasi kehidupan bermasyarakat.
Perempuan menjadi kelompok rentan yang kian tertinggal, seperti di Indonesia, merujuk data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan masih jauh tertinggal dari laki-laki yaitu pada angka 54,27% bagi perempuan dan 83,65% bagi laki-laki. Selain itu, dalam pemanfaatan teknologi digital, pada tahun 2020 BPS mendata, persentase penggunaan internet oleh perempuan masih lebih rendah dibandingkan laki-laki, yaitu 47,08% dibandingkan 52,92%.
“Karena itulah, keterwakilan perempuan yang cukup di bidang STEM tidak boleh dipandang sebelah mata. Perempuan dibutuhkan untuk dapat mengakomodasi pandangan dan kebutuhan di bidang ini, sehingga perempuan dapat membantu menutup kesenjagan yang dirasakan serta berkontribusi langsung dalam pembangunan era Society 5.0,” tutur Menteri PPPA.
Menteri PPPA menyampaikan, selain rentan akan ketimpangan yang dirasakan di era Society 5.0, perempuan pun kian rentan akan kekerasan seksual berbasis gender online (KBGO).
Berkembang pesatnya laju teknologi dan informasi, banyak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan KBGO terhadap perempuan dan anak.
Komisi Nasional Perempuan mencatat naiknya pengaduan atas KBGO secara signifikan dari 241 jumlah kasus pada tahun 2019 menjadi 940 jumlah kasus pada tahun 2020.
Menteri PPPA mendorong agar sivitas akademika dan mahasiswa memanfaatkan kesempatan emas tersebut untuk menciptakan terobosan baru, inovasi informasi, teknologi, dan sains dalam mendukung kehidupan kampus yang menjamin relasi antar individu serta bebas dari kekerasan seksual.
Selain kehadiran UU TPKS, keberadaan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi juga menjadi langkah dan pedoman yang baik guna menciptakan kampus yang merdeka dari kekerasan seksual.
Rektor Universitas Udayana, I Nyoman Gde Antara menuturkan, Universitas Udayana sudah membentuk Satuan Tugas (Satgas) PPKS di kampus sesuai dengan amanat Permendikbudristek PPKS.
Satgas PPKS di Universitas Udayana tidak hanya diisi oleh jajaran sivitas akademika saja, tetapi juga pegawai dan mahasiswa termasuk di dalamnya sebagai upaya pencegahan dan penanganan TPKS di lingkungan kampus.
“Kami tidak memberikan toleransi sedikitpun untuk kejadian-kejadian TPKS yang dilakukan oleh siapapun di Universitas Udayana. Kami juga memiliki pusat penelitian studi kesetaraan gender dan perlindungan perempuan yang sudah ada dari dulu.
Kami berharap pusat penelita tersebut dapat diberdayakan untuk menghasilkan ide, gagasan, rekomendasi serta program-program yang dapat membantu pemberdayaan serta perlindungan perempuan juga anak,” kata Antara.
Pada kesempatan tersebut, Menteri PPPA beserta Rektor Universitas Udayana, I Nyoman Gde Antara melakukan penanda tanganan nota kesepahaman antara Universitas Udayana dan KemenPPPA tentang Optimalisasi Peran Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. (***)