Kalimantan Utara, Borneo24.com – Kawasan hutan lindung yang dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Kesatuan Pengelolaan Hutan (UPTD KPH) Kota Tarakan, terus terancam dengan adanya aktivitas perambahan yang dilakukan oleh masyarakat.
Padahal, setiap tahunya selalu saja ada yang diproses hukum namun tidak membuat efek jera.
Kepala UPTD KPH Kota Tarakan, Alvian Pakiding mengatakan, luasan hutan lindung di Tarakan sekitar 7.064 hektare, dengan kondisi sekitar 20-30 persen sudah terbuka.
Terutama yang berada di Kelurahan Kampung Satu dan Juata Kerikil, serta sebagian Kampung Enam.
“Banyak yang sudah ditindak perambah hutan ini, bahkan di gudang kami ada eksa (eskavator, Red.) yang menjadi barang bukti pembukaan akses jalan oleh masyarakat tanpa izin, sehingga yang bersangkutan dipidana dengan hukuman 1 tahun penjara, dan denda Rp 500 juta. Selain itu, aktivitas penebangan kayu juga banyak, hampir setiap tahun ada kasusnya,” terangnya, Selasa (21/3/2023).
Lebih lanjut dikatakan Alvian, bahwa Tarakan merupakan pulau kecil dengan jumlah penduduk yang cukup padat, otomatis butuh lahan untuk pemukiman dan bertahan hidup dengan cara bercocok tanam dan lain sebagainya. Sehingga tak jarang yang masuk ke dalam kawasan hutan lindung.
“Hutan lindung Tarakan ini berada di tengah pulau dan dikelilingi oleh pemukiman, sengaja atau tidak sengaja dikit-dikit pasti itu ada yang masuk. Sampai kapanpun, lahan yang diserobot masyarakat dari hutan lindung tidak akan pernah dapat sertifikat. Tetapi ada peluang diberikan izin mengelola dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), tetapi tidak serta merta mengajukan izin, ada tahapan yang harus dilakukan,” bebernya.
Menurutnya, tim dari Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Utara, maupun dari KLHK RI akan turun langsung ke lapangan untuk melakukan pengecekan lokasi, apakah layak untuk diberikan izin atau tidak.
Selain di Tarakan yang menjadi unit kerja VI, UPTD KPH Tarakan juga mengelola hutan lindung unit VIII Delta Kayan yang berada di Kabupaten Bulungan.
“Untuk yang di Delta Kkayan ada 245 ribu hektare, sedangkan di Tarakan sekitar 7.064 hektare. Tetapi yang paling sensitif adalah Hutan Lindung Tarakan karena dikelilingi perkampungan sehingga orang bisa ambil kayu dan lain sebagainya,” tuturnya.
Perizinan pengelolaan hutan lindung memiliki nama, yaitu perhutanan sosial, sehingga izin yang diberikan memiliki luasan yang telah ditentukan, dan tidak boleh sembarangan.
“Izin mengelola 30 tahun, bisa diperpanjang sesuai hasil penilaian seperti apa. Tetapi hutan yang masih tertutup tidak boleh digunakan sebagai hutan sosial, namun bisa dimanfaatkan jasa lingkungan, hanya boleh untuk rekreasi dan wisata,” ucapnya.