Desa Dekat Das Lamandau “ Kerap Langganan” Banjir, Hanya Satu Desa di Kecamatan Kotawaringin Lama Miliki Hutan Adat
Untuk Kecamatan Kotawaringin Lama sudah ditetapkan , agar warga lokal untuk berladang menanam padi dengan cara membakar sudah dilakukan kesepakatan. Warga diperbolehkan membakar hutan yang sudah tebang dan dibakar pada bulan Agustus, Sepetember dan Oktober

Kotawaringin Barat,Borneo24- Sebanyak tiga desa dan Kelurahan yang ada di pinggiran Das Lamandau sudah merupakan langganan banjir saat debit air dan curah hujan tinggi. Ketiga desa yatu Desa Rungun, Desa Kondang dan Desa Lalang serta Kotawaringin Hulu dan Kotawaringin Hilir. Dari data yang didapat banjir terparah tahun 2023.
Damang Kecamatan Kotawaringin Lama, Darmadi alias Langsam (62) mengkui saat curuah hujan tinggi, debit air di Das Lamandau akan meningkat. Dia mengakui, banjir terparah tahun 2023 hampir semua rumah warga terdampak banjir. Apabila hujan deras di Kabupaten Lamandau, desa desa yang di kecamatan kotawaringin lama yang dekat dengan Das Lamandau akan banjir.
Diakuinya, setelah tipisnya dan minimnya hutan lalu masuknya perkebunan kelapa sawit perbedan iklim terjadi perbedaan sangat signifikan. Sebelum masuknya perkebunan 15 tahun lalu, lanjut Damang, saat curah hujan tinggi, tidak pernah warga mengalami banjir. Bahkan tingkat kepanasan saat musim kemarau juga tidak berdampak. “ setelah ada kebun, sangat gampang banjir saat musim hujan. Sat musim kemarau, sumur dan aliran sungai di desa desa daratan dengan mudahnya kering. Itulah dampak negatifnya” kata Damang kecamatan Kotawaringin Lama Darmadi.
Hanya Satu Desa Kecamatan Kotawaringin Lama Miliki Hutan Adat
Dari 15 Desa dan 2 Kelurahan di Kecamatan Kotawaringin Lama Kabupaten Kotawaringin Barat, hanya Desa Sakabulin yang memiliki Hutan Adat seluas 6 hektar di tiga lokasi. Hutan tersebut masih tetap di letarikan pihak desa sebab hutan tersebut memiliki Pohon Ransa. Kepala Desa Sakabulin Antanar mengakui untuk Desa Sakabulin Hutan adat tersebut merupakan hutan yang turun temurun yang harus di lestarikan , dan juga merupaka ikon desa.
Pohon Ransa yang ada di Hutan Adat itu memiliki sejarahyang diakui warga sekitar merupakan pohon yang tidak bisa ditebang. Pasalnya, apabila di tebang, kata Antanar, orang yang menebang tersebut mengalami gila.” Kalua ditebang itu bisa gila. Makanya hutan ada itu dilestarikan” tutur Antanar.
Damang Kecamatan Minta Desa Daratan, Siapkan Hutan Adat
Damang Kecamatan Kotawaringin Lama Darmadi meminta untuk Desa Daratan mulai dari Desa Riam Durian, Desa Kinjil, Desa Sakabulin, Desa Temapayung Dan Desa Babult Boti untuk menyiapkan Hutan Adat. “ kita akan minta kepada mantir adat desa daratan. Agar dibuat hutan adat seluas 2 hektar untuk Hutan adat “ kata Darmadi yang ketap dipanggil Langsam.
Diakuinya, untuk Desa Daratan masih ada warga menganut Agama Kharingan, sehingga dengan adanya hutan adat tersebut sangat membantu untuk menjalankan adat. “ banyak jenis jenis adat yang bisa kita jalankan. Dengan itu , apabila ada hutan adat, sangat membantu untuk kelastarian desa,” kata Darmadi yang suda lima tahun menjabat Damang Kecamatan Kotawaringin Lama.
Sanksi Adat Kerap Terjadi di Tingkat Desa dan Kecamatan
Selama Darmadi menjabat jadi damang kecamatan, sudah menyelesaikan beberapa permasalahan adat, baik permasalahan warga dengan perusahaan dan juga sesame warga. Permasalahan yang dimasksud dengan perusahan berupa sengeketa tanah. “ misalnya, kalua ada sengekta tanah. Kita kerap membantu menyelesaikannya. Kedua belah pihak ke panggil. Mungkin perusahan sudah lakukan ganti rugi. Namun pemilik tanah tidak merasa menerimanya. Si korban mengadukan ke adat. Lalu kita panggil perusahaan. Bisa diselesaikan dengan baik” terang Darmadi.
Permasalahan adat sesame warga bisa juga terjadi, menurut darmadi, kasus perselingkuhan yang kerap muncul. Adapun denda adat dikenakan tergantung jenis pelanggaran. Denda adat bernama Tajau Pantis dengan Besi 16. “ itu sebuatannya. Setiap pelanggaran akan dikenakan denda. Dan itu harus di sepakati kedua belih pihak” katanya.
Dampak Negatif dan Postif Adanya perkebunan Kelapa Sawit
Dengan masuknya perkebunan kelapa sawit untuk Kecamatan Kotawaringin Lama mendapat tanggapan negatif dan positif untuk warga. Dampak negatif berupa minimnya debit air dalam tanah. Saat musim kemarau, sungai sungai kecil dan juga sumur sumur gali milik warga yang ada di setiap desa sebagian kering.
Diakuinya, pohon sawit sangat kuat menyerap air. Darmadi menjelaskan, ia menanam sawit di dekat sungai, saat musim kemarau dengan mudahnya air tersebut kering. Saat musim hujan sawit tersebut tidah mampu menyerapnya. “ itu masih contoh kecil. Gimana kalau rawa milik perkebunan yang ditanam sawit. kalau musim hujan apakah gak banjir” kata dia.
Dampak negatif lain yang kerap terjadi, yaitu masalah sengekata tanah. Masalah sengekta tanah yang dimaksud berupa tanah warga bekas ladang yang masuk dalam HGU perusahaan. Sengeketa tanah terebut bisa pidana. “ itu yang paling tinggi. Kasus sengeta tanah tersebut bisa berujung pidana. Warga tuntut ganti rugi, perusahaan sudah bayar. Tapi , ganti rugi tidak sampai sampai yang punya tanah, sehingga terjadi claim tanah. Dengan itu kita pelu ada sebuag regulasi penyelesaian sengketa tanah” minta Darmadi.
Untuk Dampak Postifnya, dengan masuknya perkebunan kelapa sawit, tingkat perekonomian warga sudah tinggi. Setiap warga memiliki kebun pribadi dan juga plasma dari pihak perusahaan. “ postifnya pereknomian warga, khususny tingkat pendapatan sudah tinggi” kata Darmadi sambil menjelaskan setap kepala keluarga sudah bisa membiayai pendidikan hingga perguruan tinggi.
Warga bisa berladang menanam Padi dengan membakar dibawah 1,5 hektar
Untuk Kecamatan Kotawaringin Lama sudah ditetapkan , agar warga lokal untuk berladang menanam padi dengan cara membakar sudah dilakukan kesepakatan. Warga diperbolehkan membakar hutan yang sudah tebang dan dibakar pada bulan Agustus, Sepetember dan Oktober.
“warga yang yang berladang untuk menanam padi dengan membakar sudah ditetapkan hanya dalam tiga bulan, dan juga luasan yang di perbolehkan hanya 1, 5 hektar. Itu disepekati setiap desa dan mantir adat” kata Darmadi.
Diterangkan, untuk membakar ladang masih kerap dilakukan, dan lokasi ladang yang dimaksud bukan hutan primer melainkan bekas ladang. “ kalau warga bertani dengan menanam padi, tidak pernah mebkar hutan langsung. Bukan seperti itu. Ladang yang di maksud berupa bekas ladang, khusus bertanam padi. Warga local khusus desa daratan, setelah memanen padi, lokasi tersebut dibiarkan, saat waktunya bertanam padi, pohonnya ditebang lalu dibakar” katanya.
Bertanam padi dengan kata lain Manugal untuk desa daratan merupakan kearifan lokal yang turun temurun diletarikan. Saat proses Manugal itu, para warga juga menjalankan adat istiadat, begitu juga saat dilakukan pemanenan.(**)