Hutan Adat di Desa Tempayung “habis” Akibat Perkebunan, Padahal Mampu Produksi Getah Karet 30 Ton Perbulan

Desa Tempayung saat ini tidak memiliki Hutan Adat , melainkan hanya Hutan Desa yang berada ditengah kebun warga seluas 6 ha, berjarak 5 km dari desa. Hilang hutan dan juga Hutan primer akibat dampak perkebunan kelapa sawit. Terbukti, titik atau patok Hak Guna Usahan perkebuna sawit berada dibelakang rumah warga di RT 3.

Sep 29, 2025 - 11:56
 0  157
Hutan Adat di Desa Tempayung “habis” Akibat Perkebunan, Padahal  Mampu Produksi Getah Karet 30 Ton Perbulan
HGU Perusahan Sawit Swasta Masuk DiDesa Tempayung

.Tidak mempunyai Hutan Adat

.Mempunyai Hutan Desa Seluas 6 Ha, Berisikan Kayu Blageran dan Gaharu

 .Hanya dua Sungai memiliki hutan Seluas 3 Ha, masih dipakai Penduduk Untuk MCK

.Hak Guna Usaha Perkebunan (HGU)  Masuk Kedalam Desa Tepat di RT 3  Desa Tempayung

.Sebelum  Masuknya Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Tempayung pernah Produksi Getah 30 ton

.Pernah Ekspor Daun Tuturan  Untuk Minyak Wangi

.Adanya Sawit, Ekonomi warga Meningkat Lima Tahun terakhir

. Perusahaan  Tidak Membeli Sawit warga

Kotawaringin Barat,Borneo24- Desa Tempayung termasuk salah satu Desa Terluas di Kabupaten Kotawaringin Barat,sebelum masuknya perusahaan perkebunan tahun 1996. Dulunya luas desa mencapai 10,5 ribu Ha persegi. dan pada tahun 1983, masuknya penduduk transmigrasi sisa luas lebih kurang 5000 ha persegi.

Setelah masuknya perkebunan kelapa sawit, terdapat faktor ngetaif dan postif, mulai perubahan iklim, kandungan air dan minimnya flora dan fauna. Bahkan, saat ini masyarakat sudah beralih ke petani sawit yang dulunya berladang. Data yang didapat dari Eson (65) mantan Kepala Desa Tempayung dua Periode  mengakui adanya dampak Negatif dan Positif adanya perusahaan perkebunan kepalapa sawit dan juga pengaruh pada iklim dan air.

Dijelaskan, sebelum masuknya perkebunan kelapa sawit, penduduk Tempayung masih berladang dengan dan beburu di hutan. Dulunya atau sekitar 10 tahun lalu untuk kandungan debit air masih berlimpah. Artinya, terdapat perbedaan  debit air didalam sumur dulu dan sekarang.

“ saat ini, kalua musim panas satu minggu, sebagian sumur sudah mengalami kekeringan. Bahkan sungai sungai debit airnya berkurang bahkan kering” kata Eson.

Dia juga menceritakan, sebelum adanya kebun sawit, warga masih berladang dan sadap karet lokal. Desa Tempayung pernaah memproduksi 30 ton perbulan getah karet. “ dibawah tahun 2000an, saya masih sataf desa, jumlah getah diproduksi warg mencapai 30 ton perbulan dengan harga Rp 250 perkilogramnya.  lumbung lumbung padi masih ada  setiap rumah, sekarang sudah tidak ada” katanya sambil mengatakan untuk perubahan Iklim sudah berubah, misalnya hujan deras dengan tiba tiba sudah gampang kering hanya panas tiga hari.

Tidak Memiliki Hutan Adat

Desa Tempayung saat ini tidak memiliki Hutan Adat , melainkan hanya Hutan Desa yang berada ditengah kebun warga seluas 6 ha, berjarak 5 km dari desa.  Hilang hutan dan juga Hutan primer akibat dampak perkebunan kelapa sawit. Terbukti, titik atau patok Hak Guna Usahan perkebuna sawit berada dibelakang rumah warga di RT 3.

Dungkoi (65) Mantir Adat  mengungkapkan, saat ini Desa Tempayung tidak memiliki Hutan Adat. “ tidak ada lagi. Sudah habis perkebunan kelapa sawit. Bahkan HGU perusahaan berada disamping rumah penduduk” katanya.Untuk saat ini , kata dia, sudah hamper seluruh warga desa Tempayung sudah beralih jadi petani sawit. “ tidak adalagi berladang. Sudah jadi petani sawit” katanya singkat.

Desa Tempayung termasuk Desa yang jauh dari Banjir, akan tetapi, untuk mencari ikan di sungai sungai kecil masih mudah untuk didapat walupun tidak banyaj sebanding sebelum ada perkebunan kelapa sawit. Misalnya, ikan siluang, ikan Mihua dan ikan lele masih gampang dicari di sungai sungai kecil. Seperti sungai Dangkung ,Sungai Tangi, Sungai Bapapinti dan Sungai Krosi.

Bantuan Program air Bersih Tidak Berfungsi

Pada tahun 2000 an, sebanyak lima titik program bantuan sumur air bersih untuk Desa Tempayung hingga saat ini tidak berfunsi alias gagal. Bantuan program air bersih bernama Pamsimas tersebut beridiri  kokoh disetiap RT . Gagalnya bantuan air bersih itu akibat tidak ditemukannya sumber mata air yang banyak Sehingga bagunan  tersebut hanya pajangan .

Karena tidak berfungsinya bantuan pemerintah tesebut, warga membuat sumur sumur galian atau Sumur setiap rumah. “ dulu kan masih ke sungai untuk MCK. Karena makin sulit mendapat air, warga harus menggali sumur. Akibat debit air sungai sudah menipis” terang Eson.

Pendapatan warga 20 Juta Perbulan Dari Sawit

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, pendapatan warga Desa Tempayung mencapai 20 Juta per bulan setiap kepala rumah tangga. Sumber pendapatan tersebut bersumber dari hasil panen sawit yang ditanam warga . setiap rumah memiliki kebun sawit 2,5 hektar bahkan lebih. Jumlah penduduk mencapai 973 jiwa.

Meningkatnya pendapatan setiap rumah tangga dari kebun sawit , tak lepas dari dorogan aparat desa  dan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat untuk memberikan bantuan bibit kelapa sawit sebanyak 135 pokok setiap rumah.

Tak hanya itu, sifat penduduk untuk memperjual belikkan sawit juga minim. “ jarang warga menjual kebun pribadi. Kebayakan di kelola. Walaupun bantuan pupuk tidak pernah ada pemerintah. Tapi warga untuk membeli pupuk juga masih mudah didadapat dari kota Pangkalan Bun dengan harga tinggi” kata Eson sambil menjelaskan, pabrik kelapa sawit hingga saat ini tidak membeli buah sawit milik warga.